Sebenernya aku udah kepikiran hal ini saat pertama tau ada metode vote buat masukin atau bahkan jadiin komodo nominasi pertama di New7Wonders. Aku mulai cari-cari info, relate sama praduga ku, dan ternyata bener, praduga ku bukan nya ngga beralasan. Tapi baru sekarang aku inget kalau punya blog, jadi baru sekarang deh, di post. Selain itu, aku takut dikatain ngga nasionalis kalau bahas-bahas ini pas lagi hot-hot nya =))
Mulai dari mana ya ? Hmm, sebagai warga negara, pasti ada dong, perasaan bangga dan haru setiap kali ada salah satu kekayaan negara kita yang jadi terkenal, diakui, dan jadi hal yang mengundang decak kagum publik internasional ? Inilah yang kita rasakan waktu komodo masuk jadi salah satu nominee New7Wonders. Jadilah, berbagai lapisan mulai menggalakkan seruan nasionalisme untuk mendukung komodo. Aku juga awalnya ikut senang, ikut antusias, tapi setelah tau bahwa metode nya menggunakan vote lewat sms, aku mulai mengerutkan kening. Kok, ada bau kapitalisme ya ? Apalagi sampai ada kerjasama antara panitia sama provider. Makin fishy. Dan aneh nya publik seperti ngga sadar sama keanehan ini. Voters tetap membanjir, dukungan semakin serius dan ngga main-main. Keanehan nya ngga berhenti sampai di situ. Konon pendaftaran untuk berpartisipasi dalam kompetisi ini menelan biaya yang sangat besar, bahkan terlalu besar untuk sebuah status. Status yang bahkan tidak menjanjikan hasil nyata setelahnya, dalam hal ini mengangkat pariwisata Indonesia. “Ada yang tau Maccu Pichu ?” Aku nyoba tanya begitu sama hampir semua temen ku. Dan jawaban nya : “Apa, tuh ?” FYI, Maccu Pichu itu salah satu dari 7Wonders yang menggeser Candi Borobudur, hampir sama kayak Atlantis, sebuah kota di Peru yang peradaban nya udah musnah. Udah menang, resmi masuk jajaran 7Wonders. Sesuai rencana, toh ? Tapi, efektif kah ? Membuat publik internasional mengenal Maccu Pichu, kah ? Memajukan pariwisata nya, kah ? Menaikkan devisa nya, kah ? Ngga. Bisa bayangkan berapa kerugian kita setelah ini ? Kerugian atas dana yang seharusnya bisa dialokasikan untuk hal yang lebih berguna, hanya untuk nguber status yang sebenarnya ngga esensial.
Aku lanjutin cari info, dan ternyataaaaaa ….. penyelenggara kompetisi ini bukan UNESCO. Terlepas dari siapapun penyelenggara event ini, 7Wonders yang paten dan diakui cuma versi UNESCO. Kalau pada akhirnya komodo berhasil masuk ke jajaran New7Wonders, apa artinya status kalau nantinya UNESCO juga merilis 7Wonders ? Tentu aja jadi ‘ngga diakui’. Sia-sia lah ‘perjuangan’ kita selama ini.
Sebenernya sejak 1986 PBB sudah menetapkan Pulau Komodo sebagai Situs Warisan Dunia. Jadi ngga perlu lah kita menghamburkan uang demi mencari status untuk sesuatu yang sebenernya sudah diakui. Kalau memang tujuan kita pengen memajukan pariwisata Indonesia, pakailah dana itu untuk bikin kampanye wisata yang terintegrasi, seperti Thailand dengan Amazing Thailand-nya. Selama ini kita punya sih, Indonesia: Ultimate in Diversity. Tapi kok kayaknya masih kurang digalakkan. Lebih bermanfaat toh ? Punya program dan kegiatan yang jelas, bukan cuma status pemberian lembaga yang bahkan ngga jelas reputasinya.
Atau kalau mau lebih bermanfaat, alokasikan dana itu buat pendidikan, buat membangun infrastruktur, dll. SDM yang berkualitas, bisa membantu pemerintah memikirkan dan mengimplementasikan metode-metode yang tepat untuk memajukan negara. Asal, hargai mereka. Biar peristiwa braindrain ngga lagi terulang. Masih inget kan, banyak banget orang-orang brilian yang akhirnya ngadu nasib di luar negeri karena ngga dihargai di negeri sendiri. Kita bangun negara dari hal-hal yang paling mendasar dulu.
Tapi bagaimanapun, Pulau Komodo harus tetap ditata. Kalau perlu, dana tadi itu semestinya dialokasikan untuk biaya perawatan dan pembangunan pulau komodo. Jauh lebih berarti dari sekedar status, kan ?
Banyak baca buku, banyak berpikir, kembangkan kerangka pikir. Biar setiap info dan isu yang masuk ke kepala kita ngga seketika mempengaruhi kita. Kita pikirkan dari segala sisi, setelah itu cari info. Kita cari kebenarannya. Jangan mau dibutakan oleh sesuatu yang kurang beresensi.
Ini pendapat dan analisis saya, boleh setuju, boleh tidak. Asal jangan sampai perbedaan pendapat memecah kita =))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar